recent posts

Kartini Dalam Keluarga

Kartini Dalam Keluarga Kami.
Romlah, begitu nama beliau sejak lahir, hingga memiliki gelar S.Pd di belakang nama. Menurut silsilah, beliau ialah adik dari bapak saya, tetapi karena perbedaan umur kami tak terlalu jauh, sejak kecil saya memanggilnya dengan sebutan 'mbak'.
Selain bibi saya, beliaulah teman baik, guru, dan partner diskusi. Kadang beliau juga menjadi pengganti emak untuk saya sementara waktu, saat ditinggal bekerja. Beliau memasak, memberi nasihat, bertanya persoalan, dan memberi motivasi belajar. Karena rumah saya dan nenek bersebelahan, setiap hari kami menghabiskan waktu bersama.


Sejauh saya mengingat, beliau masih bersekolah di tahun akhir Sekolah Dasar, ketika pertama kali mengenalkan huruf pada saya. Waktu itu umur saya empat tahun, kegemaran saya memanjat sandaran kursi untuk mengamati gambar-gambar di kalender kalender dinding, kadang membuat nenek berang. Akan tetapi, bibi saya justru menanggalkannya dari dinding, lantas memberi tahu, bahwa di bawah gambar kucing-kucing itu, tulisan yang bisa dibaca. Lantaran saya selalu bertanya, ini gambar apa? Kucing apa?

Dengan caranya sendiri, beliau menggunting kertas karton, menulis satu per satu huruf alfabet di atasnya, menjadi semacam kartu huruf. Tidak memakan waktu lama, saya telah mengeja kata, memegang pensil, dan mulai mencoreti kertas.
Hampir bersamaan, mbak Romlah menginjak Sekolah Menengah Pertama, saya masuk Taman Kanak-Kanak. Saya pun mulai mengikuti kebiasaannya, menjembreng koran bekas pembungkus tempe, menunggui pak Warto -tetangga kami yang seorang guru- memilah buku bekas untuk dibaca, hingga menguntit beliau ke tempat penyewaan buku. Sesekali kami juga mencegat seorang nenek penjual buku loakan, yang saya pernah dihadiahi buku tulis kosong bersampul keras dengan motif batik, sebab bisa membaca.

Tugasnya bertambah sejak semakin naik tingkat sekolahnya. Sebelum masuk Sekolah Menengah Kejuruan, beliau masih sempat membelikan saya es jus buah, membantu emak saya berjualan di warung, dan sesekali mengajak membuat kue. Setelah itu, yang saya ingat beliau selalu bersama buku-buku tebal dan tumpukan kertas yang kadang hingga jatuh bertebaran di lantai.
Apabila saya datang mengajaknya bermain, beberapa koin logam diselipkan ke genggaman tangan saya.


"Belikan kertas folio di warung pak Giyarto, sama es rujak di warung pak Narko. Jangan bilang sama mbah Umi!" saya pun menurut saja. Perbuatan itu baru saya sadari ketika besar, adalah wujud manipulasi, agar saya tak mengganggunya, sebab pak Narko dan pak Giyarto menjual barang yang sama, kenapa saya harus pergi ke tempat keduanya, bukan salahsatu?
Selain serius ketika belajar, beliau juga tegas ketika mengajar. Tak jarang, pekerjaan rumah yang saya bawa kepadanya untuk dibantu mengerjakan, baru selesai setelah saya ngambek, nangis, dan mengancam mogok sekolah. Tentu saja setelah beliau menerangkan sampai saya betul-betul paham.

Naluri mendidiknya telah tampak sejak masa anak-anak, begitulah beliau. Dengan keterbatasan ekonomi keluarga, beliau satu-satunya anak dalam keluarga yang mencapai perguruan tinggi. Sempat bekerja setelah lulus SMK, beliau kemudian melanjutkan ke Universitas Negeri Semarang, dalam jurusan pendidikan ekonomi.
Proses yang beliau lalui ketika kuliah pun bukanlah mulus, seperti dalam FTV. 
Setiap pulang ke Wonosobo, saya menungguinya bercerita. Tapi, tak banyak pula yang saya dapat, sebab beliau bukan jenis yang suka mengumbar kesusahan.
Saya yang telah tumbuh remaja, memahami dengan sendirinya. Ketika menginap di rumah nenek, beliau bangun di ujung malam, membuka buku, menulis catatan, setelah berlama-lama terpekur dalam doa di atas sajadah.
Ketika sore hari, meminjam mesin tik untuk membuat berlembar-lembar naskah. Ada kalanya, mengajak saya ke rental komputer untuk mengerjakan berbundel-bundel makalah.


Kemanapun pergi dengan beliau, selagi mampu, kami berjalan kaki. Di saat itulah, beliau mengulang-ulang kata-kata semangat agar saya tetap rajin belajar, meski dalam kesusahan.
Kerja keras beliau dalam mengejar cita-cita, terbayar ketika diwisuda, pada tahun 2003. Saya turut menyertai rombongan ke Semarang, senyum kebanggaan tak henti menghiasi wajah beliau dan seluruh pengantar, putri yang mengukir sejarah, sarjana pertama dalam keluarga.
Tak lama kemudian, beliau mendapat amanah mengajar di SMK 1 Wonosobo, almamater beliau, dan menjadi pendidik tetap hingga hari ini. 

Sebagai keponakan kesayangan, beliau berharap saya mengikuti jejak, melanjutkan sekolah di bidang ekonomi. Setelah melihat bakat saya, mengikuti beberapa lomba mata pelajaran ekonomi di SMA. Selama itu, beliau yang langsung menjadi melatih saya untuk persiapan lomba, usai jam mengajar yang padat. Cita-citanya mengangkat derajat keluarga, turut ditularkan kepada saya. Maka, beliau ialah orang yang turut kecewa atas keputusan saya untuk bekerja setamat SMA, sekaligus bangga, sebab saya berada di jalur lain untuk mencapai cita-cita yang sejalan.


Dalam perjalanan saya, selama di semenanjung negeri Malaysia ini, tak jarang bersemuka dengan mantan murid-murid beliau. Bagi mereka, ibu guru Romlah, sosok yang tegas dan gigih memberikan ilmunya, telaten mengurus problematika mereka. Di saat yang bersamaan, bisa menjadi kawan akrab untuk bercanda, tertawa, bahkan curhat.
Tidak sedikit testimoni mereka yang demikian itu, menerbitkan rasa iri kepada saya. Adakah saya, mampu menjadi seperti beliau?

Dalam langkah-langkah berat saya menuju sekolah, dalam untaian aksara yang saya tulis, juga ketika sedang di depan anak-anak yang saya ajar, terbayang diri beliau.
Kartini dalam keluarga kami, inspirasi saya, dulu, saat ini, dan hari kemudian.

*Postingan artikel ini diikutsertakan dalam #PostingBareng5 memperingati #HariKartini2017 #3TahunMbakYuBlogger
*Dikompori oleh : mbakyu.com
Kartini Dalam Keluarga Kartini Dalam Keluarga Reviewed by Tyas Maulita on April 21, 2017 Rating: 5

3 comments:

  1. Bu Romlah juga guru saya, dan saat saya kembali di SMK, beliau juga jadi teman mengajar :D *dunia sempit ya Tyas ..
    Selamat hari Kartini untuk Kartinimu, ibu Romlah :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah iya, dunia sempit ternyata.hehehe...
      Terimakasih sudah meninggalkan jejak....

      Delete
    2. This comment has been removed by the author.

      Delete

Panduan Lengkap Wisuda di Kampus UT Pusat Pondok Cabe

  Mendapat undangan wisuda di Universitas Terbuka (UT) Pusat adalah kebanggaan tentunya merupakan kebanggaan tersendiri. Pasalnya, tidak sem...

Powered by Blogger.