![]() |
Putra Perdana, Salahsatu landmark Putrajaya. |
Akhir
pekan selalu menjadi momen yang saya tunggu-tunggu. Setelah lima hari penuh
berkutat dengan pekerjaan yang lumayan menjemukan sebagai quality control di
sebuah pabrik komponen elektronik, waktunya mengatur rencana buat refreshing.
Biasanya,
di hari Minggu saya akan sibuk dengan urusan kuliah dan les bahasa Inggris
untuk pekerja di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur. Maka hari bebas saya ialah
Sabtu, dari bangun tidur sampai tidur lagi itulah me time buat saya.
17
Januari 2015, jam 11.30 pagi waktu Bandar Baru Bangi, cuaca sedang cerah dan
panas-panasnya. Saya keluar dari asrama menuju halte bus yang jaraknya tak
sampai sepelemparan batu dari pintu masuk asrama.
Seminggu sebelumnya, saya
berencana mbolang (dari frase bolang,
bocah petualang) ke Klang, pengen lihat laut, pelabuhan dan coba-coba
memancing. Tapi gagal, masalahnya saya nggak bisa memancing, juga tidak
seberapa meminati makanan laut. Tiga jam sebelumnya, saya mikir mau ke Batu
Caves atau Pantai Morib di Banting, Selangor. Tapi, dua jam kemudian saya
memutuskan ke Putrajaya. Tentunya dengan pertimbangan lokasi yang tak jauh dari
tempat saya, ketersediaan transportasi umum dan tidak berat di ongkos.
Putrajaya
berada 25 kilometer sebelah selatan Kuala Lumpur. Pada tahun 1999, Putrajaya dijadikan
pusat pemerintahan Negara Malaysia. Pada tahun 2001, tempat ini menjadi Wilayah
Persekutuan Putrajaya.
Untuk
mencapai Putrajaya, dari Bandar Baru Bangi saya menaiki bus mini bernomor 77 ke
stasiun KTM Kajang. Tarif sekali jalan cukup RM 1.00, kita bisa merasakan
sensasi yang sama dengan naik bajaj dengan kendaraan unik ini. Brummm…
Dilanjutkan
dengan naik KTM atau kereta api menuju stesen Bandar Tasik Selatan, tiketnya
seharga RM 1.80. Sampai di stesen BTS, cari dan ikuti papan tanda yang
menunjukkan KLIA transit. Kereta api yang menuju Kuala Lumpur Internasional
Airport 2 (KLIA2) ini melewati stesen Putrajaya/Cyberjaya. Harga tiket ke
stesen Putrajaya Sentral yaitu RM 5.30 sekali jalan.
Jika
Anda datang dari jantung kota Kuala Lumpur, dapat menuju KL Sentral untuk
menaiki KLIA transit yang dapat membawa Anda ke Putrajaya.
Awalnya
saya agak kebingungan sampai di sini. Inilah pertama kali menjejakkan kaki ke
Putrajaya sendirian. Tapi petunjuk jalan di sini cukup mudah dimengerti
sehingga saya berhasil menemukan bus Nadi Putra yang akan membawa saya ke Masjid
Putra diantara deretan bus yang lain. Dari Putrajaya Sentral ke Masjid Putra
cukup merogoh kocek RM 0.50, dalam 10 menit bus sudah tiba di lokasi.
Bagi
penggemar fotografi, lokasi ini cukup menarik. Arsitektur masjid yang bergaya
timur tengah, dengan kubah berwarna paduan pink dan merah marun yang terbuat
dari batu granit menjadi daya tarik tersendiri. Masjid yang dibangun pada tahun
1997 ini dapat menampung kurang lebih 15.000 jamaah dalam waktu bersamaan. Bertepatan
waktu sholat Zuhur, saya pun masuk ke kawasan masjid untuk menunaikan sholat
sebelum melanjutkan photo hunting di
sekitar lokasi.
![]() |
Masjid Putra, Putrajaya. |
Untuk
masuk ke kawasan masjid diwajibkan menutup aurat, bagi yang berpakaian tidak
memenuhi kualifikasi maka diwajibkan memakai jubah. Tidak dikenakan tiket
masuk, namun beberapa kotak amal tersedia. Hmm.. sadar-sadar sendiri lah ya..
Setelah
sholat, saya berkeliling kawasan masjid. Di sana terdapat beberapa bangku
santai menghadap ke danau, perpustakaan mini, learning centre, serambi yang
luas dan spot-spot cantik untuk membidikkan lensa. Yap, apalagi? Shoot.. lah..
Di
kejauhan, jembatan Putra, kantor Perdana Menteri dan jetty kapal pesiar jadi
latar belakang menarik untuk dijadikan foto.
Keluar
dari kawasan masjid, saya mulai lapar. Tepat di samping masjid ada tangga
menuju ke bawah, di sana ada beberapa gerai souvenir, minuman dan snack serta deretan
kafe yang bertuliskan Selera Putra. Saya memilih nasi ayam dan es kopi susu
untuk mengganjal perut dan menambah semangat.
Berburu
foto pun berlanjut dengan memotret masjid dari sudut yang lain, dataran Putra,
danau serta jalanan yang bersih dan pepohonan yang tertata apik. Setelah puas
berkeliling di sana, saya berjalan kaki menuju Laman Perdana. Seperti taman
pada umumnya, tentu penuh dengan bunga, air mancur dan bangku-bangku taman
serta pedagang makanan kecil. Lagi-lagi hanya bisa bisa ngelus dada, sendirian
sih..
Dari
Laman Perdana lurus terus ke atas. Di sana ada halte bus, kita bisa menentukan
lokasi lain yang akan dituju menggunakan transportasi ini. Masih banyak tempat
menarik seperti Bukit Melawati, Alamanda Shoping Complex, Putrajaya
International Convention Centre, Taman Botani dan Astaka Morocco. Namun, karena
pertimbangan durasi -ehm iyalah, kalau sampai menginap kan judulnya lain- saya
memilih dua lokasi terakhir.
Letak
Taman Botani dan Astaka Morocco satu kompleks, dapat ditempuh dengan berjalan
kaki dari Laman Perdana sekitar 10 menit. Untuk masuk ke Taman Botani, tidak
dikenakan bayaran. Sedangkan ke Astaka Morocco atau istana Maroko dikenakan
tariff RM 2.00 per kepala. Sayangnya Astaka Morocco sedang direnovasi, jadi
saya memilih berkeliling Taman Botani menggunakan sepeda. Sewa sepeda selama
satu jam seharga RM 4.00.
Taman Botani Putrajaya. |
Sebagai
bukan anak biologi, saya nggak terlalu ngerti tentang tumbuh-tumbuhan. Berdasarkan
informasi, di sana terdapat lebih dari 700 spesies tumbuhan dari 90 negara di
dunia. Di taman seluas 93 hektar ini, setiap pohon mempunyai papan petunjuk
bertuliskan nama ilmiah, asal dan nama dalam bahasa Malaysia. Di tempat ini
terdapat berbagai aktivitas yang dapat dilakukan untuk mengeksplorasi kekayaan
flora khususnya di Malaysia seperti mencari tanaman, berburu, dan kegiatan
berlatih mendaur ulang. Aktivitas lain yang dapat dilakukan di sini selain fotografi
yaitu permainan air, bersepeda, menaiki kereta api atau trem dan mencari
serangga.
Dengan
sepeda yang lumayan nyaman dikendarai, saya mengelilingi danau. Beberapa
pasangan tengah asyik berfoto pre wedding. Selama beberapa saat saya mengamati
proses pengambilan gambar itu. Hanya Tuhan yang tahu, entah saya sedang
membayangkan jadi fotografer atau objek yang difoto. Lagi-lagi saya cuma ngelus
dada, lha sendirian..
Astaka Morocco atau istana Maroko |
Di
tempat ini kita bisa juga naik perahu keliling danau, atau sekedar duduk di
tepi memandang riak air sembari mengkhayal. Betapa indahnya bila… (teruskan
sendiri).
Kalau
berminat makan seafood, di sini juga tersedia makanan laut seperti ikan bakar,
udang dan cumi-cumi yang diolah menjadi berbagai jenis hidangan. Namun demi
mengingat saya alergi, maka minum air mineral sudah cukup.
Rupanya
bertahun-tahun tidak naik sepeda menyebabkan saya berputar-putar beberapa kali
di kawasan ini bak kesetanan. Asik sekali ketika angin sore menerpa wajah yang
kusam karena peluh dan debu. Ketika kaki beradu dengan pedal. Dan ketika tiga
orang anak kecil menyalip dengan kecepatan tinggi lalu menjulurkan lidah. Kami
berkejaran hingga saya merasa kehabisan napas. Nyerah… Satu jam berlalu, dengan
sisa tenaga yang ada saya memasukkan sepeda sewaan ke garasi.
“Awak
OK?”, tanya si petugas. Saya hanya nyengir kemudian melempar senyum terpaksa.
Belum puas, tapi durasi juga yang membatasi.
Pukul
5.00 sore, saya sudah kembali berada di Laman Perdana. Setelah mengejar sebuah
bus Nadi Putra saya berhasil masuk ke dalamnya. Kali ini menuju Putrajaya
Sentral memakan waktu 45 menit. Tarif masih sama, limapuluh sen per kepala.
Sembari menikmati pemandangan Bandar Putrajaya di waktu sore, saya memeriksa
foto-foto dalam kamera yang saya bawa. Bagaimanapun saya menyukai kesendirian, saya
masih mengharapkan jika ada orang lain di sana. Ya, teman-teman di perantauan
yang kita tak pernah tau akan sampai kapan bersama. Kapan datang dan perginya.
Kapan masa rapat dan renggangnya. Hanya satu tombol share Facebook saya tekan,
dengan tag line ‘andai kau ada’..
Saya
kembali menuju Bandar Tasik Selatan dengan menggunakan KLIA transit tepat pukul
6.00 sore.
Pukul
7.00, jelang matahari tenggelam saya baru tiba di KTM Kajang. Di seberang
jalan, saya menunggu datangnya bus mini no 77. Perlu kesabaran ekstra bila kita
menggunakan transportasi umum. Namun, kesabaran ini lebih baik daripada harus
naik taksi dengan tariff sepuluh kali atau lima belas kali lipat dari harga
karcis bus. Memang, sabar itu mahal.
Bersamaan
adzan maghrib berkumandang, saya memasuki pintu gerbang asrama. Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah, yang melindungi perjalanan saya hingga selamat kembali
sampai ke kediaman.
Oke,
mbolang edisi kali ini telah berlalu. Pesan saya, kemanapun kita pergi, carilah
surau. Di negara ini setiap tempat publik selalu memiliki fasilitas tersebut. Tiada alasan untuk meninggalkanNya.
Empat Jam di Putrajaya
Reviewed by Tyas Maulita
on
April 19, 2015
Rating:

Thanks for sharing. Rekomendasi utk jln2 ke Putrajaya
ReplyDeleteimyonie from keeyosk